Hakikat Lailatul Qadar (Bagian III-Tamat)
Oleh : Amin Saefullah Muchtar
Kapan Lailatul Qadar “Jilid 2” itu terjadi?
Hadis-hadis
yang berhubungan dengan “waktu terjadinya Lailatul Qadar” cukup banyak,
baik dilihat dari aspek variasi sumber periwayatan maupun dari aspek
variasi redaksi. Hadis-hadis itu sebagai berikut:
Hadis Pertama:
عَنْ
عُقْبَةَ وَهُوَ ابْنُ حُرَيْثٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ
الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى
السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Dari Uqbah, yaitu bin Huraits, ia berkata, “Saya mendengar Ibnu Umar Ra. Berkata, ‘Rasulullah saw.
bersabda,"Carilah ia pada sepuluh terakhir (Ramadhan), yakni Lailatul Qadar. Maka jika salah seorang dari
kalian tidak sempat atau tidak mampu, maka jangan sampai terlewatkan tujuh malam terakhir’." (HR. Muslim,Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165; Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:327,
No. hadis 2183 )
bersabda,"Carilah ia pada sepuluh terakhir (Ramadhan), yakni Lailatul Qadar. Maka jika salah seorang dari
kalian tidak sempat atau tidak mampu, maka jangan sampai terlewatkan tujuh malam terakhir’." (HR. Muslim,Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165; Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, III:327,
No. hadis 2183 )
Hadis di atas diriwayatkan pula dari Aisyah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah Ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada sepuluh terakhir
bulan Ramadhan.” (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:828, No. hadis 1169; At-Tirmidzi, Sunan
At-Tirmidzi, III:158, No. hadis 792)
At-Tirmidzi, III:158, No. hadis 792)
Pemahaman hadis:
Maksudnya,
cari dari tanggal 21 sampai 29/30 Ramadhan. Hadis ini tidak
menginformasikan ketentuan harinya secara pasti, bisa jadi ke-21, 22,
23, dan seterusnya. Karena itu hadis ini kami kategorikan sebagai hadis mujmal (keterangan secara umum) atau mutlaq (tanpa batasan).
Hadis Kedua:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ
مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah bahwasannya
Nabi saw. bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil
dari sepuluh terakhir terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:710, No. hadis 1913; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:308, No. hadis 8314)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan sedikit perbedaan redaksi. (Musnad Ahmad, VI:73, No. hadis 24.489)
Dalam riwayat lain dijelaskan oleh Ibnu Umar
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا
فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
Dari
Ibnu Umar, ia berkata, “Seseorang bermimpi bahwa Lailatul Qadr terdapat
pada malam kedua puluh tujuh bulan Ramadhan. Maka Nabi saw. bersabda,
‘Aku bermimpi seperti mimpimu, yaitu pada sepuluh malam yang akhir.
Karena itu, carilah ia pada malam-malam yang ganjil." (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165)
Pemahaman hadis:
Pada hadis ini terdapat qayyid (pembatas) dengan kalimat fii al-witr (pada malam-malam ganjil) di sepuluh malam terakhir itu. Maksudnya, carilah pada tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29.
Dengan demikian, maka hadis-hadis kedua menjadi pembatas atau keterangan terperinci dari hadis-hadis pertama yang mutlaq.
Hadis Ketiga:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ
Dari Ibnu Umar Ra., dari Nabi saw. beliau bersabda, “Carilah Lailatul Qadar itu pada 7 terakhir (bulan Ramadhan). (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:823, No. hadis 1165; Malik, Al-Muwatha, I:320, No. hadis 694; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:53, No. hadis 1385; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:311, No. hadis 8330)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan kalimat akhir: “Min Ramadhaan.” (Musnad Ahmad, II:113, No. hadis 5932)
Pemahaman hadis:
Maksudnya, kalau ramadhan 30 hari, carilah dari tanggal 24 hingga 30 = 7 hari. Kalau 29, cari dari 23 hingga 29 = 7 hari.
Hadis Keempat:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ
رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى
فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى
Dari Ibnu Abas Ra. bahwa Nabi saw.
bersabda, “Carilah dia (Lailatul Qadar) pada 10 terakhir bulan Ramadhan.
Lailatul Qadar itu tetap (ada) pada malam ke-9, malam ke-7, malam
ke-5.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:711, No. hadis 1917; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:308, No. hadis 8316)
Hadis ini diriwayatkan pula dengan sedikit perbedaan redaksi oleh Ahmad (Musnad Ahmad,
I:231, No. hadis 2052; I:279, No. hadis 2520; I:365, No. hadis 3456;
III:234, No. hadis 13.477; V:36, No. hadis 20.392; ), Abu Dawud (Sunan Abu Dawud, II:52, No. hadis 1381), Abu Dawud Ath-Thayalisi (Musnad Ath-Thayalisi, I:118, No. hadis 881)
Pemahaman hadis:
Yang
dimaksud dengan ungkapan yang ke-9 dari 10 akhir itu adalah malam
ke-21. Maksud yang ke-7 dari 10 akhir adalah malam ke-23. Maksud yang
ke-5 dari 10 akhir adalah malam ke-25.
Dengan demikian,
maksud hadis itu adalah: “Carilah pada tanggal 21, 23, 25”. Keterangan
ini tidak bertentangan dengan hadis-hadis yang memberi petunjuk umum,
karena tidak membatasi hanya pada tanggal-tanggal tersebut saja yang
harus dicari itu.
Hadis Kelima:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw. menyaksikan Lailatul Qadar dalam
mimpi terjadi pada tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Aku memandang bahwa
mimpi kaliantentang Lailatul Qadar tepat terjadi pada tujuh malam terakhir, maka siapa yang mau
mencarinya, lakukanlah pada tujuh malam terakhir." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, I:388,
No. hadis 1105, II:709, No. hadis 1911; Muslim, Shahih Muslim, II:822, No. hadis 1165)
Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ
وَعِشْرِينَ وَقَالَ تَحَرَّوْهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ يَعْنِي
لَيْلَةَ الْقَدْرِ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa mencarinya, maka carilah ia (Lailatul Qadar) pada
malam ke-27, dan beliau bersabda, “Carilah ia pada malam ke-27, yakni
lailatul qadar.” (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, II:27, No. hadis 4808; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:311, No. hadis 8331; Abu Dawud Ath-Thayalisi, Musnad Ath-Thayalisi, I:257, No. hadis 1888)
Hadis
ini tidak membatasi bahwa terjadinya Lailatul Qadar itu hanya pada
tanggal 27 saja, namun keterangan ini termasuk salah satu bayan (penjelas) bagi petunjuk umum.
Kesimpulan:
Berdasarkan
hasil analisa di atas, maka kita mengetahui bahwa meskipun berbeda
redaksi namun pada dasarnya hadis-hadis itu menunjukkan makna yang sama,
bahwa Lailatul Qadar itu akan terjadi di antara tanggal-tanggal
berikut: malam 21, 23, 25, 27, atau 29.
Selain itu,
hadis-hadis di atas juga menunjukkan bahwa setiap tahun “posisi”
Lailatul Qadar itu tidak selalu berada pada tanggal yang sama.
Sehubungan dengan itu, Ibnu Hibban telah membuat judul bab:
ذِكْرُ
الْخَبَرِ الدَّالِّ عَلَى أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ تَنْتَقِلُ فِي
الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي كُلِّ سَنَةٍ دُونَ أَنْ يَكُونَ كَوْنُهَا فِي
السِّنِينَ كُلِّهَا فِي لَيْلَةٍ وَاحِدَةٍ
“Keterangan khabar
yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir itu akan
berpindah pada setiap tahun, dan keadaannya pada tiap tahun tidak tetap
di malam yang sama.” (Lihat, Shahih Ibnu Hiban, VIII:443)
Mengapa Nabi saw. tidak Menjelaskan Secara detail?
عَنْ
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ : خَرَجَ نَبِـيُّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : خَرَجْتُ ِلأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ
القَدْرِ، فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ اْلمُسْـلِمِينَ فَتَلاَحَى فُلاَنٌ
وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ،وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالتَمِسُوهَا
فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ
Dari Ubadah bin
Shamit ra, ia mengatakan, “Nabi Allah saw. keluar untuk memberi tahu
kami tentang lailatul Qadar, namun dua orang dari muslimin bertengkar.
Beliau bersabda,’Saya keluar untuk memberi tahu kalian tentang lailatul
qadr, tetapi si fulan dan si fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku,
tetapi mudah-mudahan jadi lebih baik bagi kamu. Maka carilah pada malam
kesembilan, ketujuh dan kelima." (HR. Al-Bukhari. Shahih Al-Bukhari, I:27, No. 49, II:711, No. hadis 1919; Ath-Thahawi, Syarh Ma’aani Al-Atsaar, III:89; Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, VIII:435, No. hadis 3679)
Lailatul
Qadar yang dimaksud tidak sempat dijelaskan dengan lebih terperinci
oleh Rasulullah saw. sehinggga hal itu senantiasa dipertanyakan. Tetapi
yang jelas mengenai fadhilah dan keutamaannya tergambar pada sikap
beliau ketika menghadapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, yang
padanya terdapat Lailatul Qadar. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasululah
saw. sendiri tidak diberitahu kapan tepatnya terjadi Lailatul Qadar.
Informasi
tentang Lailatul Qadar diangkat kembali dengan sebab perkelahian antara
dua orang laki-laki di hadapan Rasululah saw. Hal ini menunjukkan bahwa
Lailatul Qadr tidak layak hadir di antara orang yang sedang berbuat
maksiat. Sehubungan dengan itu, Al-Bukhari menetapkan judul di dalam
kitab shahihnya:
بَاب رَفْعِ مَعْرِفَةِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ لِتَلَاحِي النَّاسِ
”Bab diangkatnya pengetahuan tentang (waktu terjadinya) Lailatul Qadr disebabkan pertengkaran manusia” (Lihat, Shahih al-Bukhari, V:158)
Dengan
demikian kita dapat mengambil pelajaran bahwa dengan tidak
dijelaskannya kepastian waktu terjadi Lailatul Qadr, Rasulullah saw.
berharap bahwa hal itu akan lebih baik untuk kita. Apa kebaikan yang
dimaksud? Menurut sebagian ulama, agar kita bersungguh-sungguh dalam
menyambutnya dengan beribadah di setiap malam pada malam-malam terakhir
itu. Andaikata waktu terjadinya itu langsung disebutkan pada malam
tertentu, tentu saja setiap orang akan bersungguh-sungguh hanya di malam
itu, sementara untuk malam-malam lainnya akan kehilangan “gairah” dan
“antusias” dalam beribadah.
Orang Yang memperoleh Keagungan Lailatul Qadar
Rasulullah saw. menyebutkan syarat-syarat dan tanda-tanda orang yang akan memperoleh “keutamaan” Lailatul Qadar sebagai berikut:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw., beliau bersabda,
"Barangsiapa menghidupkan Lailatul Qadar (mengisi dengan ibadah) karena
iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan
diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan barangsiapa
melaksanakan shaum Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan
pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah
dikerjakannya". HR. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, II:672, No. 1802
Imam al-Bukhari meriwayatkan pula dengan redaksi:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menegakkan lailatul qodar karena iman dan mengharap pahala, maka
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". HR. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, I:22, No. 35
Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَيُوَافِقُهَا أُرَاهُ قَالَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
Dari Abu Hurairah dari Nabi
saw., beliau bersabda, "Barangsiapa menegakkan (shalat dengan mengharap)
malam Lailatul Qadar, lalu ia mendapatinya, -menurutku ia mengatakan-
dengan penuh keimanan dan pengharapan (akan pahala dari Allah), maka ia
akan diampuni." HR. Muslim, Shahih Muslim, I:524, No. 760; Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, IV:306, No. 8307
Penjelasan Kalimat
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
Kata Qaama Lailatal Qadri berarti menghidupkan malam itu dengan beribadah atau dapat dimaknai pula menaati Allah pada malam itu (Lihat, Dalil al-Falihin Li Thariq Riyadh ash-Shalihin, VII:13; Mir’ah al-Mafatih, XIV:302)
Kata Imam an-Nawawi:
(
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ) : هَذَا مَعَ الْحَدِيث الْمُتَقَدِّم
مَنْ قَامَ رَمَضَان قَدْ يُقَال إِنَّ أَحَدهمَا يُغْنِي عَنْ الْآخَر
وَجَوَابه أَنْ يُقَال قِيَام رَمَضَان مِنْ غَيْر مُوَافَقَةِ لَيْلَة
الْقَدْر وَمَعْرِفَتهَا سَبَب لِغُفْرَانِ الذُّنُوب ، وَقِيَام لَيْلَة
الْقَدْر لِمَنْ وَافَقَهَا وَعَرَفَهَا سَبَب لِلْغُفْرَانِ وَإِنْ لَمْ
يَقُمْ غَيْرهَا
“Hadis: ‘Barangsiapa menegakkan (shalat dengan
mengharap) malam Lailatul Qadar.’ Ini bersama hadis yang telah lalu:
‘Barangsiapa menegakkan (shalat) di bulan Ramadhan.’ Terkadang
dinyatakan bahwa salah satu di antara kedua hadis itu cukup mewakili
satu sama lain. Dan jawabannya dapat dikatakan, menegakkan (shalat) di
bulan Ramadhan tanpa mendapati malam Lailatul Qadar dan tidak mengetahuinya adalah penyebab diampuninya dosa, dan menegakkan (shalat dengan mengharap) malam Lailatul Qadar bagi
orang yang mendapatinya dan juga mengetahuinya adalah penyebab
diampuninya dosa meskipun tidak menegakkan salat di luar malam itu.”
(Lihat, Ad-Dibaj ‘ala Muslim, II:336)
Penjelasan Kalimat
مَنْ يَقُمْ لَيْلَة الْقَدْر فَيُوَافِقهَا
"Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan ibadah lalu ia mendapatinya”
Kata Imam an-Nawawi, “Kalimat:
فَيُوَافِقهَا
Maknanya:
يَعْلَم أَنَّهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
Dia mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadar.” (Lihat, Syarh Shahih Muslim, III: 104)
Imam al-Iraqi berkata:
قلت
إنما معنى توفيقها له أو موافقته لها أن يكون الواقع أن تلك الليلة التي
قامها بقصد ليلة القدر هي ليلة القدر في نفس الأمر وإن لم يعلم هو ذلك
“Menurut
saya, makna menjumpainya ialah bahwa pada hakikatnya malam itu yang ia
menghidupkannya dengan tujuan mencari Lailatul Qadar benar-benar
Lailatul Qadar, meskipun ia tidak mengetahuinya.” (Lihat, Tharh at-Tatsrib fii Syarh at-Taqrib, IV:157)
Al-Faqih Abu Hafsh Umar bin Ibrahim al-Hafizh berkata:
وقوله : مَنْ يُقِمْ لَيْلَةَ القَدْرِ فَيُوَافِقهَا
و
يقم في هذه الرواية يعني به يطلب بقيامه ليلة القدر ، وحينئذ يلتئم مع
قوله : يوافقها لأن معنى يوافقها: يصادفها، ومن صلى فيها فقد صادفها.ويحتمل
أن تكون الموافقة هنا عبارة عن قبول الصلاة فيها والدّعاء ، أو يوافق
الملائكة في دعائها ، أو يوافقها حاضر القلب متأهلاً لحصول الخير والثواب ؛
إذ ليس كل دعاء يسمع ، ولا كل عمل يقبل ، فإنه : { إنما يتقبل الله من
المتقين } ، وسيأتي استيفاء هذا
"Dan sabdanya:
مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ القَدْرِ فَيُوَافِقهَا
‘Barangsiapa menegakkan (shalat dengan mengharap) malam Lailatul Qadar, lalu ia mendapatinya.’
Dan kata yaqum pada riwayat ini bermakna ‘siapa yang mencari Lailatul Qadar dengan salatnya.’ Dan ketika itu bersatu dengan perkataannya yuwafiquhaa, karena kalimat yuwafiquhaa bermakna menjumpainya, dan siapa yang melaksanakan salat pada malam Lailatul Qadar sungguh ia telah menjumpainya. Dan kalimat yuwafiquhaa itu dapat dimaknai pula (a) bahwa salat dan doanya maqbul (diterima),
(b) sesuai dengan malaikat dalam berdoa di malam itu, (c) menjumpainya
dengan kehadiran hati yang pantas untuk memperoleh kebaikan dan pahala,
sebab tidak setiap doa diijabah dan tidak setiap amal diterima, karena
Allah hanya akan menerima dari orang-orang bertakwa.” (Lihat, al-Mufham limaa Asykala Min Talkhis Kitab Muslim, VII:24)
Berbagai
penjelasan di atas menunjukkan bahwa orang yang menghidupkan Lailatul
Qadar dengan ibadah akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya.
Pencapaian ini setelah memenuhi persyaratan: karena iman kepada Allah
dan mengharapkan pahala hanya dariNya.
Adapun tanda-tanda
orang yang mendapatkan kemuliaan malam itu, kata Imam ath-Thabari, tidak
mesti melihat atau mendengar sesuatu. Karena tanda-tanda fisik seperti,
kata beliau, bukanlah suatu kemestian. (Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, VI:306)
Menurut
sebagian ahli ilmu, tanda-tanda itu berupa “tanda” batin atau rohani,
yaitu pada malam tersebut orang mukmin yang shaleh akan merasakan lapang
hati dan memiliki kecenderungan dalam menetapi ibadah kepada Allah.
Demikian itu sebagai bagian dari taufik Allah kepada hamba-Nya yang
shaleh. Wallahu A’lam. (Lihat, Syarh Kitab Ash-Siyam Min Bulugh al-Maram, I:102)
Sumber :
https://www.facebook.com/amin.muchtar.1/notes
0 komentar:
Post a Comment