Monday, May 25, 2015

Mirip Resensi buku: Jejak Teosofi dan Freemasonry di Kota Kembang

 

clip_image002

Judul buku : Okultisme di Bandoeng Doeloe, Menelususi Jejak Gerakan Teosofi dan Freemasonry di Bandung

Penulis       : M. Rizki Wiryawan

Penerbit     : Khazanah Bahari

Cetakan     : Pertama, November 2014

Halaman   : 166 halaman,

ISBN          : 602-14732-9-9

Okultisme berasal dari kata Occultus yang berarti tersembunyi atau rahasia, secara istilah ia berarti kepercayaan pada kekuatan gaib yang dapat dikuasai manusia. Secara umum paham ini sering diasosiasikan sebagai paham yang dikampanyekan oleh organisasi misterius dan rahasia milik kaum Yahudi bernama Teosofi dan Freemasonry yang sering dicatat dalam sumber-sumber teori konspirasi sebagai organisasi pemuja setan.



Dalam penulisan sejarah Indonseia keberadaan dua organisasi ini hampir luput dari pencatatan, padahal kedua organisasi ini sangat berpengaruh dalam kancah sejarah, terutama di masa kolonial Belanda.


Teosofi berasal dari kata theos yang berarti “Tuhan” dan Shopia yang berarti ilmu atau hikmah, maka Teosofi secara bahasa berarti Hikmah Tuhan. Secara leksikal istilah ini mirip dengan tasawuf. Para Teosof percaya bahwa ada doktrin tersembunyi yang terkandung dalam agama-agama yang berkembang dalam sejarah. Ajaran yang tampak di permukaan disebut dengan eksoterik dan yang rahasia disebut dengan dokrin esoterik.


Paham tersembunyi ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang khusus yang telah “diinisiasi”, dari sanalah terbentuk motto organisasi yang berbunyi “There is no religion higher then truth, tidak ada agama yang lebih tinggi dari kebenaran”, karena di dalamnya semua agama sama, agama menurut mereka tak adalah menuju pada esensi kebenaran yang sama.


Sedangkan Freemasonry berarti “Perkumpulan Tukang Bangunan yang Bebas”, didirikan pada tahu 1717 di Inggis. Akar sejarahnya penuh dengan legenda dan misteri yang konon bisa dirujuk hingga ke zaman nabi Musa. di Indonesia pada masa kolonial organisasi ini dikenal sebagai Vrijmatselarij.


Fakta-Fakta Menarik


Keberadaan perkumpulan Teosofi dan Freemasonry ditandai dengan berdirinya bangungan-bangunan loji dan tersebarnya anggota-anggota mereka yang rata-rata merupakan kaum elit, baik dari bangsa Eropa maupun Pribumi.


Perkumpulan Teosofi eksis di Bandung sejak tanggal 29 oktober 1908, bermarkas di bangunan yang kini dikenal sebagai Gereja Albanus. Mereka menempati rumah di Bandasraat No. 4 (sekarang Jl. Banda) di tempat tinggal ketua mereka saat itu, Tuan G Van Der Veen.


Setiap loji harus memiliki anggota minimal tujuh orang, jika kurang dari itu bisa mendirikan Centrum, tercatat ada beberapa Centrum di berbagai daerah di Bandung, seperti di Cimahi dan Cicalengka.


Loji Bandung merupakan salah satu loji Teosofi yang paling aktif di Hindia-Belanda. Contohnya pada tahun 1910 Loji Teosofi Bandung dipercaya menjadi tuan rumah kongres Teosofi ke-3. Kongres tersebut diadakan di loji Freemasonry, Sint Jan—yang dahulu berdiri tepat di atas tanah tempat berdirinya masjid al-Ukhuwah. Kongres ini dihadiri oleh sekitar 60 anggota Teosofi dari seluruh
penjuru pulau Jawa.


Bahkan loji Sint Jan yang ada di jl. Wastukecana 27 ini pada tahun 50-an masih tercatat sebagai salah satu tempat Ibadah ternama di Bandung bersama mesjid agung Bandung, dan Gereja Sancta Ursula.


Beberapa tokoh Teosodi dan Freemasonry yang pernah aktif di Bandung berasal dari kaum pribumi, mereka di antaranya adalah, R. A. Wiratakusumah V (bupati Bandung 1920), Mas Sewaka (gubernur Jabar 1947-1948 dan 1950-1952), dan Soemitro Kolopaking yang tercatat sebagai salah seorang anggotan PPKI.


Soemitro Kolopaking tercatat sebagai anggota yang punya kedudukan yang terhormat dalam Freemasonry, ia tercatat sebagai guru agung Freemasonry di Loji agung Indonesia tahun 1955. Ia juga pernah menempati jabatan-jabatan penting di pemerintahan Indonesia diantaranya adalah sebagai Mentri dalam Negeri dan bupati Banjarnegara 1926-1950, dia juga jauh-jauh hari telah menerapkan tradisi ‘Blusukan’ selama masa jabatannya. Mungkin ini pula yang coba dipertontonkan presiden kita kali ini untuk meraih simpati rakyatnya, mengingat latar belakang beliau yang merupakan salah satu petinggi Rotary Club Indonesia, Sayap Freemasonry Indonesia yang bergerak dengan baju kegiatan-kegiatan sosial.


Dalam buku ini politik etis kolonial ditampilkan dengan nuansa yang berbeda dari penulisan sejarah yang ada, sebagai contoh dalam bab terakrhir diungkapkan peran Labberton—motor pergerakan Teosofi Indonesia—dalam pergerakan nasional, padahal politik etis dalam sejarah merupakan strategi kaum penjajah untuk melanggengkan kolonialisme di negeri jajahannya.


Aneh memang, mungkin ini disebabkan pola pikir umum bahwa kebangkitan nasional berawal dari lahirnya organisasi Boedi Oetomo, padahal ideologi yang mereka bangun jauh dari nilai-nilai luhur ketimuran, dari merekalah lahir para pejuang-pejuang ideologi liberalisme dan pluralisme agama yang sejatinya hanyalah merupakan barang dagangan kaum penjajah. (baca buku #indoneis tanpa Liberal, karya Artawijaya..)

5 komentar:

Unknown
October 20, 2015 at 2:06 AM
This comment has been removed by the author.
Unknown
October 20, 2015 at 2:07 AM

Salam,

Saya Indra, kebetulan saya penulisa untuk bab Hinloopen Labberton. Saya merasa terhormat bab tersebut dikritisi melalui sudut pandang lain seperti tertulis di atas. Mungkin baik pula kita bisa berdiskusi di laman ini.

Pertama-tama kita perlu membedakan terminologi politik etis sebagai program pemerintah Belanda, dan politik etis sebagai sebuah paham poskolonial yang berkembang seiring berkembangnya posmodernitas di Eropa. Labberton adalah irisan dua definisi tersebut. Ia aktif pada program-program resmi politik etis seperti Comissie voor de Volkslectuur. Namun jangan lupakan pula doktrin teosofi Annie Beasant (dijelaskan di bab tentang teosofi) yang betul-betul berpandangan poskolonial.

Sebagai seorang teosof, Labberton berpikiran liberal dan plural. Dia tidak membedakan apakah pergerakan itu orang Eropa atau Pribumi, sepanjang sejalan dengan filosofi pribadinya. Mengenai pandangan bahwa BO tidak bersifat ketimuran, menurut saya tidak tepat, karena BO dibentuk sebagai sebuah studie fonds untuk pelajar-pelajar priyayi pribumi. Pemikiran-pemikiran BO samasekali tidak egaliter, liberal, dan plural. Bahkan menurut saya masih cenderung kolot dan "priyayi banget". Lamanya BO dipimpin oleh Soetomo cs. juga tergolong singkat. Akhirnya BO dikuasai oleh priyayi-priyayi tua yang tidak progresif.

Politik etis, baik sebagai kebijakan ataupun sebagai paham, tentunya membuka jalan bagi para pribumi untuk memperoleh pendidikan barat. Dan otomatis membukakan jalan bagi para pemikir dan penggerak yang progresif.

Logikanya : Tanpa politik etis (dan Labberton), tidak akan ada BO, Tirto Adhisoerjo, Ki Hajar, dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Tanpa Tirto, tidak akan ada Syarikat Islam, PKI, PSII, dan Masyumi. Tanpa Ki Hajar dan Tjipto, tidak akan ada Indische Partij. Tanpa Indische Partij, tidak akan ada nasionalisme Hindia (Indonesia) yang selanjutnya dipromosikan oleh PNI, PSI dkk. Maka dari itulah saya bilang Labberton punya peran besar sebagai mentor. Mirip dengan apa yang dilakukan Tjokro yang menjadi mentor bagi Soekarno, Semaun, Darsono, Kartosuwiryo, dan Musso.

Semoga bisa menjelaskan.
Salam,
Indra

Admin
December 14, 2015 at 2:50 PM

Salam,

Benar sekali Theosofi dan Labberton memang berperan besar terhadap perkembaangan dinamika pemikiran bangsa Indonesia di awal Abad ke 20. banyak di antara tokoh-tokoh yang diangkat menjadi tokoh pergerakan berangkat dari pemikiran tersebut.

tapi mungkin saya dengan anda memang berbeda sudut pandan tetang ini dalam artikel http://salaamatan.blogspot.co.id/2015/02/mitos-penjajahan-350-tahun.html dijelaskan bahwa ungkapan Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun itu salah, yang sebenarnya "butuh waktu 300 tahun bagi Belanda untuk menguasai seluruh Indonesia". karena pada Awal Abad ke-20 Belanda berhasil menumbangkan kekuatan kerajaan nusantara terakhir, Kesultanan Aceh.

Pada periode itulah Politik Etis digulirkan....

Logikanya, ketika saya sudah bersusah payah beratus-ratus tahun menguasai seluruh Bandung, tapi pada saat saya sudah berhasil saya katakan. "Silakan Ambillah hasil usaha saya ratusan tahun ini, silakan ambil gratis.". begitu juga Belanda.

Tidak Mungkin!

Namanya politik pasti ada banyak intrik yang berada di balik itu apalagi poltik Belanda (Penjajah).... yang paling masuk akal Belanda ingin mendidik kaum pribumi untuk jadi pion mereka selanjutnya.

Di antara pergerakan kader Teosofi yang paling kentara adalah peran serta para kader Teosofi dalam menghadang berbagai kebijakan politik dan pergerakan yang kaum mayoritas (baca : Muslim) di Indonesia di masa awal kemerdekaan dan abad pergerakan. di antaranya Penghapusan 7 kata dalam piagam Jakarta, atas usul seorang opsir Jepang yang bung "Hatta" lupa lagi siapa namanya...

saya sarankan Anda Baca buku Gerakan Theosofi di Indonesia karya Artawijaya... terutama sudut pandangnya. buku AD. El Marzdedeq tentang Freemasonry, dan buku-buku lainnya....

Semoga bisa menjelaskan.
Salam,
Fahrul Rozi

Admin
December 14, 2015 at 2:55 PM

oh ya ada yang terlewat... coba tunjukkan pada saya pemikiran-pemikiran Kontra-Liberal kaum BO itu?

Anonymous said...
June 12, 2020 at 9:42 AM

===Agens128 CASINO ONLINE Free Coin===

Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA

WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128 Agens128

Post a Comment

Total Pageviews